LPPM | IAIN Pekalongan

P3M Adakan Seminar Imsakiyah, "Ikhtiar Menuju Unifikasi Kalender Hijriyah"

E-mail Print PDF

Pekalongan - Ibadah puasa pada bulan Ramadhan 1436 H/2015 M diperkirakan jatuh pada hari Kamis, 18 Juni 2015. Demikian rumusan hasil seminar imsakiyah yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STAIN Pekalongan baru-baru ini.

seminar imsakiyah 1436 1

Bertempat di kampus setempat, seminar ini diikuti 45 ahli dan pengamat ilmu falak, dari kalangan akademisi, hakim, ulama, astronom, birokrat, mahasiswa dan masyarakat. Hadir sebagai narasumber, Drs. KH. Slamet Hambali, M.S.I., (Pakar Falak UIN Walisongo), Drs. H. Muslih Husein, M. Ag., (Dosen Falak STAIN Pekalongan), dan Hendro Setyanto, M. Si., (Astronom ITB/Lajnah Falakiyyah PBNU). Kegiatan yang bertema “Ikhtiar Menuju Unifikasi Kalender Hijriyah,” bertujuan mengkaji perkembangan ilmu falak dalam konteks ke-Indonesiaan dan sekaligus merumuskan jadual imsakiyah 1436 H/2015 M.

Dalam sambutan pembukaannya, Muslih Husein yang mewakili Ketua, memandang penting seminar ini. Unifikasi Kalender Islam sebagai upaya menyatukan umat Indonesia dalam menjalankan ibadah. Sebagai Perguruan Tinggi Islam, STAIN Pekalongan berkewajiban memberi layanan keberagamaan masyarakat, terutama terkait kapan mengawali dan mengakhiri ibadah puasa. “Harapannya, umat Islam nyaman dan tidak ada ketegangan atau gejolak” tandas waket III.

Pada saat yang sama, Maghfur selaku ketua panitia melaporkan bahwa seminar ini dilaksanakan dengan dua target utama. Secara substansial dan praktis sekaligus. “Forum ini diharapkan mampu mengeksplorasi varian, model dan dinamika kontemporer kajian ilmu falak dalam koridor negara Indonesia. Di samping itu, juga mampu melahirkan dokumen jadual imsakiyah ramadhan,” tandas Kepala P3M. Menurutnya, sampai detik ini “Kalender Hijriyah sangat beragam. Ada kalender Jawa Islam, Menara Kudus, Kalender Hijriyah Muhammadiyah, Kalender PBNU, Rifaiyyah, Kalender Standar Nasional, dan seterusnya.”

Menuju Unifikasi

Data dari tahun 1408-1435 H/1988-2014 M menunjukkan bahwa selama 24 tahun isbat, hasilnya tidak selalu berbuah mufakat. Sidang isbat yang digelar Depag (sekarang Kemenag) memang selalu melibatkan semua unsur. Ada unsur Ormas, Ponpes, Perguruan Tinggi, LAPAN, Meteorologi dan Geofisika, Bakosurtanal. Namun faktanya masing-masing, terutama ormas bersikukuh pada ijtihadnya. Mereka menumpuk-numpuk ‘pembenaran’ baik secara defensif maupun ofensif. Fakta di atas menuntut pentingnya upaya unifikasi.

Mengawali paparan materinya, Slamet Hambali mengatakan “sekalipun ini persoalan klasik, namun selalu aktual karena kalender hijriyah terkait ibadah mahdhoh, yaitu mengawali puasa, berhari raya idul fitri, dan idul adha.”

Demi unifikasi, Muslih Husein berusaha mengurai akar masalah sulitnya mencapai kesatuan kalender Islam. Bagi Muslih, perbedaan Kalender Islam disebabkan tafsir atas Hadis Kuraib. Untuk itu, Hendro mengusulkan kriteria 29. Artinya tanggal 29 sebagai hari rukyah dilaksanakan. Kriteria ini memadu model hisab dan rukyah. Menurut Hendro, dalam pandangan Hisab, perhitungan mundur (Kriteria 29) dapat disebut juga sebagai kriteria wujudul hilal Komariah, dimana hilal akan selalu wujud pada tanggal 29, sehingga tidak lagi terdapat istilah hilal di bawah ufuk. Melalui kriteria ini, ada kepastian keteraturan sistem penanggalan, seperti karakteristik sistem hisab. Dalam persepektif rukyah, menurut Hendro, penetapan tanggal 29 sebagai hari rukyah, dengan syarat wujudul hilal, maka tidak akan terjadi rukyatul hilal yang sia-sia, dimana ketika rukyat dilaksanakan keberadaan hilal tidak ada. “Kriteria 29 menjamin keberadaan obyek yang akan dilihat, yaitu hilal”, tandas astronom jebolan ITB ini.

Lain Hendro, untuk menuju unifikasi, Slamet Hambali mengusulkan pentingnya evaluasi kriteria imkan rukyah tinggi hilal 2 drajat. “ada desakan dari berbagai negara anggota MABIMS yang mengusulkan kriteria baru, karena kriteria yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai realita,” tandas Wakil Lajnah Falakiyyah PBNU. Secara teknis, untuk kebutuhan penyatuan kalender Islam, Slamet usul “wujudul hilal Muhammadiyah hendaknya diterapkan untuk Indonesia Timur, baik utara atau selatan. Untuk Indonesia Barat menggunakan kriteria MABIMS.”. Menurut Slamet, sebaiknya ada perubahan istilah, dari wujudul hilal dan imkan rukyah menjadi dhuhurul hilal di wilayah Indonesia ._(MA)