P3M STAIN Pekalongan Bekali Peserta KKN Pendataan Jamaah Masjid

Print

pembekalan kkn okt 2015 sambutanPekalongan - Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan mengadakan pembekalan umum Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan 39 kepada 310 mahasiswa STAIN Pekalongan, pada hari Selasa, 13 Oktober 2015. Pembekalan yang dilakukan di ruang Auditorium STAIN Pekalongan kali ini mengambil tema: “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid”. Kegiatan dihadiri oleh Wakil Ketua I STAIN Pekalongan, Moh. Muslih, Ph.D, Camat Kesesi Hery Andoko, Kepala P3M Maghfur, Sekteratis Mussofa Basyir, M.A, dan Aienurrofik, M.A., dosen STAIN Pekalongan.

Maghfur, selaku Kepala P3M mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan memberi bekal bagi mahasiswa yang akan melakukan KKN agar dapat merencanakan dan melaksanakan kegiatan sesuai prinsip-prinsip kerja social yang berdimensi akademik.

“Tema pemberdayaan masyarakat berbasis masjid,” dipilih sebagai ikhtiar untuk mewujudkan visi STAIN Pekalongan yang ingin menjadi pelopor perguruan tinggi Agama Islam berbasis riset menuju kampus Rahmatan Lil’alamin. Menurutnya, masjid merupakan isntitusi tertua. Dalam sejarahnya masjid dijadikan oleh para pendahulu Islam tidak hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai pusat ilmu pengetahuan dan tempat untuk mencari problem solving bagi persoalan-persoalan keumatan. Dengan begitu, masjid dijadikan sebagai tempat strategis, sebagai titik pertemuan antara hablum minallah (dimensi vertikal) dan hablum minannas (dimensi horizontal). Hal ini juga bermakna, bahwa masjid tidak bermakna statis, yakni hanya menjadi tempat beribadah semata, tapi juga bermakna aktif, dengan menggerakan segala potensi umat untuk mendatangkan berbagai kemaslahatan.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua I Moh. Muslih mengatakan, bahwa KKN angkatan 39 harus dimaknai sebagai pengejewantahan nilai-nilai Rahmatan Lil’alamin sebagai visi kampus. Rahmatan Lil’alamin sendiri merupakan nilai mulia yang apabila diaplikasikan akan mendatangkan kedamaian, kesejahteraan, kesejukan dan kenyamanan. Nilai-nilai ini apabila diimplementasikan akan berdampak positif tidak hanya kepada sesama manusia, tapi juga kepada lingkungan sosial dan apapun yang hidup di dalamnya. Selain itu, Muslih juga berpesan, agar mahasiswa tidak boleh menganggap dirinya sebagai kelompok elit, tapi harus merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat. Lanjut Muslih, pendidikan harus menyatu dengan masyarakat. Karena ia berasal dari masyarakat, dan hasilnya juga untuk kemaslahatan masyarakat. Pelaksanaan KKN harus dimaknai sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa bersama-sama dengan masyarakat, untuk mengamati realitas sosial, mewujudkan kemaslahatan sebagaimana semangat yang tertuang pada Visi Rahmatan Lil’alamin.

pembekalan kkn okt 2015

Pada kesempatan itu juga, Hery Andoko selaku camat Kesesi meminta mahasiswa KKN untuk mendampingi masyarakat dalam memanfaatkan berbagai anggaran baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Berbagai ilmu yang telah didapat mahasiswa selama perkuliahan diharapkan mampu diterapkan kepada masyarakat Kecamatan Kesesi pada saat KKN. Selain itu, Hery Andoko mengingatkan mahasiswa agar jangan terlalu masuk ke dalam wilayah politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah tanggal 9 Desember 2015, karena hal itu sangat berpotensi terjadinya gesekan sosial dengan masyarakat.

Pendataan Jamaah Masjid

Sementara itu, Ainurrofik memberi penjelasan terkait pemetaan jamaah masjid. Menurutnya, berdasarkan indikator BKKBN, keluarga dapat dipilah menjadi 5 kategori tahapan, yaitu tahap pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus. Masing-masing tahapan ada indikatornya. Ibarat tangga, jamaah masjid dapat digolongkan keluarga sejahtera III plus jika ‘indikator’ pada level-level sebelumnya dilalui. Menurut dosen kewirausahaan ini, jamaah dikategorikan sebagai pra sejahtera jika belum bisa memenuhi salah satu atau lebih dari 5 indikator. “melaksanakan ibadah, makan dua kali sehari, memiliki pakaian berbeda untuk aktivitas, lantai rumah bukan dari tanah, bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan dan semua anak umur 7-15 tahun bersekolah adalah ciri khas keluarga sejahtera I”, tandas Rofiq. Artinya, bagi keluarga yang sudah dapat memenuhi 5 indikator di atas, maka jamaah tersebut disebut keluarga sejahtera I.

Berikutnya, jamaah kategori keluarga sejahtera II. Jamaah ini ditandai oleh beribadah secara teratur, makan daging/ikan/telur 1 kali dalam seminggu, satu setel pakaian baru dalam setahun, luas lantai rumah minimal 8 m2 per penghuni, sehat 3 bulan terahir, punya penghasilan tetap, usia 10-60 tahun bisa baca tulis, pasangan usia subur punya 2 anak ber-KB.

Rofiq juga menjelaskan ciri keluarga sejahtera III. Jamaah yang masuk kelompok ini adalah “di samping mereka telah memenuhi kriteria sebagai keluarga sejahtera I dan II, mereka juga selalu meningkatkan pengetahuan agama, memiliki tabungan, makan sambil saling ‘berkomunikasi’, mengikuti kegiatan masyarakat, memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, majalah, atau media sosial” kata pria asli Tegal. “jika mereka juga selalu memberi donasi secara teratur dan aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan, mereka dapat naik kelas sebagai keluarga sejahtera III plus”, pungkasnya.